servergps, JAKARTA— Perusahaan keamanan siberPalo Alto Networks melaporkan peningkatan volume lalu lintas.Generative AI(GenAI) diperkirakan akan mencapai 890% pada tahun 2024. Ini berdasarkan laporan State of Generative AI 2025 yang diterbitkan oleh perusahaan.
Data yang digunakan dalam laporan ini berasal dari analisis Palo Alto Networks mengenai lalu lintas GenAI di antara 7.051 organisasi pelanggan di seluruh dunia sepanjang tahun 2024.
Dalam laporan itu, Palo Alto Networks mencatat bahwa peningkatan lalu lintas tersebut dipicu oleh adopsi cepat alat GenAI di lingkungan perusahaan.
Sebaliknya, laporan itu juga menyoroti potensi ancaman yang dapat timbul akibat penggunaan alat GenAI, serta ketidakcukupan dalam pengelolaan yang telah dengan cepat memperbesar area serangan yang dihadapi oleh organisasi, terutama di wilayah Asia-Pasifik dan Jepang.
“Adopsi AI memberikan kesempatan transformatif di berbagai sektor bisnis dan pemerintahan di wilayah ini.”
“Namun, sebagaimana diungkapkan dalam laporan ini, kami juga mengamati adanya permukaan serangan yang semakin meluas, terutama dengan penggunaan aplikasi GenAI yang memiliki risiko tinggi di sektor infrastruktur penting,” ujar Tom Scully, Director and Principal Architect for Government and Critical Industries, Asia Pacific & Japan, di Palo Alto Networks, dalam pernyataan resminya pada Rabu (9/7/2025).
Tom menyatakan bahwa organisasi arus berusaha menyeimbangkan inovasi dengan pengelolaan yang solid, serta mengimplementasikan arsitektur keamanan yang mempertimbangkan risiko-risiko spesifik yang terkait dengan AI. Ini mencakup shadow AI, kebocoran data, hingga ancaman yang lebih rumit yang dihasilkan oleh model AI agentik.
Ia berpendapat bahwa pengawasan yang proaktif serta kontrol keamanan yang fleksibel sangat krusial untuk memastikan bahwa keuntungan dari AI dapat dicapai sepenuhnya tanpa mengorbankan keamanan negara, kepercayaan masyarakat, atau integritas operasional.
Palo Alto Networks melaporkan bahwa saat ini organisasi mengelola 66 aplikasi GenAI di lingkungan mereka, di mana 10% di antaranya dikategorikan sebagai berisiko tinggi.
Wilayah Asia-Pasifik, termasuk Indonesia, tengah mengalami percepatan yang signifikan dalam penerapan AI dan GenAI.
Di tahun 2024, McKinsey mencatat bahwa penggunaan GenAI di kawasan Asia Pasifik telah hampir dua kali lipat dalam kurun waktu kurang dari satu tahun, dengan 65% organisasi di wilayah tersebut kini memanfaatkan teknologi ini setidaknya di satu departemen.
Di Indonesia, berdasarkan laporan dari Oliver Wyman, 50% pekerja memanfaatkan GenAI setiap minggu dan 21% menggunakannya setiap hari, dengan tujuan utama untuk menghasilkan konten, layanan pelanggan, dan melakukan penelitian.
Di samping itu, pemerintah telah menetapkan sasaran yang ambisius; AI diharapkan dapat menyumbang sebesar US$366 miliar atau sekitar Rp5.939 triliun terhadap PDB nasional pada tahun 2030.
Dengan latar belakang tersebut, Tom menyatakan bahwa Peta Jalan AI Nasional yang akan segera diluncurkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Komdigi) dan diharapkan rampung dalam waktu dekat, memiliki peran krusial dalam menjamin pengembangan tata kelola AI yang etis, aman, dan inklusif.
“Peristiwa penting ini menyoroti kebutuhan akan penyusunan kerangka regulasi yang adaptif, yang sesuai dengan kemajuan teknologi dan kebutuhan masyarakat setempat, sambil tetap menjaga kepercayaan publik di tengah perubahan digital di Indonesia,” ujar Tom.
Sebaliknya, Adi Rusli, Country Manager Palo Alto Networks Indonesia, menyatakan bahwa tanpa perlindungan dan pengawasan keamanan yang cukup, aplikasi GenAI bisa menjadi saluran untuk serangan siber.
Ia berpendapat bahwa kekayaan intelektual dan data pribadi memiliki risiko untuk terpapar, disimpan, atau disalahgunakan, yang dapat menimbulkan kekhawatiran terkait privasi, kehilangan data yang sensitif, serta ketidakpatuhan terhadap regulasi.
Untuk menghadapinya, dia melanjutkan, perusahaan harus mengambil tindakan yang proaktif untuk mengurangi risiko.
“Kerjasama yang solid di antara para pemangku kepentingan akan menciptakan kesempatan bagi organisasi di Indonesia untuk menanamkan kepercayaan, keterbukaan, dan tanggung jawab dalam strategi AI mereka. Metode ini akan memfasilitasi adopsi AI yang lebih aman dan kuat di seluruh sektor perusahaan,” ujarnya.